Baca Juga
Begitu banyak tradisi yang hadir dan menjadi bagian dari masyarakat Kabupaten Jepara. Yang sudah banyak dibahas tentu saja adalah tradisi budaya yang memang begitu banyak bertebaran di setiap wilayah di sana.
Namun, ada baiknya kalau kita kemudian melongok satu tradisi lain yang dimiliki masyarakat Jepara, yang tentu saja menarik untuk diketahui. Salah satunya adalah tradisi penyelenggaraan pernikahan di wilayah tersebut.
Tidak mengherankan jika kemudian setiapkali ada pasangan menikah, rombongan yang turut serta akan sangat banyak dan meriah. Di salah satu kendaraan rombongan, akan nangkring barang-barang mebelair ukir, yang diangkut ke rumah mempelai perempuan. Umumnya memang seperangkat mebelair yang terdiri dari kursi, meja, tempat tidur, sampai almari.
”Kalau dulu saya kuatnya hanya membawa satu unit almari saja. Itu saya pilih yang cukup besar. Bawanya pakai truk engkel itu dan dipegangi banyak sekali teman-teman laki-laki saya yang ikut serta ke acara akad nikah di rumah mempelai perempuan. Jadi, memang terlihat gede sekali pas diangkut ke sana. Selain tentunya sejumlah barang-barang lain yang sudah umum dibawa sewaktu seserahan,” tutur Ahmad, warga Kecamatan Pecangaan, saat ditanya apa seserahan yang dulu dibawa ke rumah calon istrinya.
Maklum, jarak antara rumah Ahmad dengan calon istri memang lumayan jauh. Berada di kecamatan yang berbeda, tidak mengherankan jika kemudian iring-iringan pengantin yang membawa almari besar itu, begitu mencolok di jalan. Dan tentunya, harganya juga tidak murah untuk ukuran almari yang terbuat dari kayu jati tersebut. Belum ditambah dengan berbagai barang-barang seserahan lainnya. Bandingkan dengan mas kawin yang diberikan kepada istrinya, yang ternyata jauh dari kata mahal. ”Mas kawin saya seperangkat alat salat dan uang tunai Rp 50 ribu waktu itu,” katanya.
Membawa perabotan mebel ke tempat calon mempelai perempuan sebagai barang seserahan, adalah salah satu hal yang wajar untuk tata cara perayaan pernikahan. Pasalnya, sejak zaman dahulu, hal tersebut memang sudah umum berlaku. Terutama dibebankan kepada calon pengantin laki-laki, untuk orang yang hendak dinikahinya. ”Itu sebagai bukti bahwa saya sudah siap menerima tanggung jawab sebagai suami untuk istri saya. Saya perlihatkan kepada calon mertua, bahwa anaknya tidak akan kekurangan ketika menikah dengan saya. Meskipun kadang-kadang masih kesulitan membiayai hidup juga,” kata Ahmad sambil tertawa.
Hal itu juga dipandang wajar pemerhati masalah-masalah Jepara, Muslim Aisha. Menurutnya, kebiasaan orang Jepara jika melaksanakan perayaan pernikahan harus dengan sesuatu yang wah dan berbeda, mencerminkan budaya atau kultur sebagai orang pesisiran. ”Memang masyarakat Jepara sebagai kaum pesisir, suka sekali kemegahan dan kemeriahan setiapkali menyelenggarakan hajatan tertentu. Dan itu memang sudah membudaya, jadi wajar saja,” tuturnya.
Bahkan, saat ini sudah terjadi pergeseran dalam bentuk seserahan yang diberikan kepada mempelai perempuan. Jika dulunya seperangkat mebelair rumah tangga, kini bahkan sudah berupa motor, lemari es, bahkan hingga mobil. ”Kalau itu hanya soal budaya masa kini dari kaum urban, ya. Mungkin kalau mebelair sudah umum, sekarang diganti benda yang lebih modern saja. Bisa langsung kelihatan berapa rupiahnya, kan. Misalnya kalau membawa motor atau mobil bahkan, orang yang datang akan langsung bisa melihat berapa kira-kira nilainya. Dan ini, bukan hanya terjadi di warga Jepara saja, lho. Tempat lain juga banyak yang sekarang begini,” terangnya
Sumber: murianews.com
Awalnya Di Kira Nikahan Biasa Ternyata Yang Dateng Segini Banyaknya, Kalau Dapat Calon Istri Dari Daerah Ini, Kuat Nurutin Permintaan Keluarga Mertua Apa Nggak?
4/
5
Oleh
Unknown