Baca Juga
Ini adalah kejadian nyata yang tragis di Bangladesh. Sosok wanita itu adalah seorang mahasiswi cantik usia 20-an dan sosok pria adalah seorang pekerja migran, lulusan sekolah dasar, usia 30-an.
Mahasiswi ini menikah dengan pria itu, berharap dapat belajar dengan baik sekaligus memiliki sebuah keluarga yang bahagia.
Tapi, tak disangka yang diharapkannya justeru sakit hati yang menghancurkan seumur hidupnya.
Seperti biasa, Hawa Akhter (21) pagi-pagi sudah bangun, setelah rapi ia pun mengambil (tas) ranselnya berangkat ke kampus.
Dia adalah seorang mahasiswi biasa di Bangladesh, yang sedang berjuang untuk mendapatkan gelar kesarjanaannya.
Usai mengikuti mata kuliah yang menegangkan pada hari itu, Hawa pun berpisah dengan teman-temannya dan tergesa-gesa pulang ke rumah.
Hari ini adalah hari libur suaminya pulang ke rumah.
Rafiqul Islam, suaminya ini bekerja di United Arab Emirates-UAE atau Uni Emirat Arab, suami isteri ini baru bisa bertemu setahun sekali.
Rafiqul Islam, seorang pekerja migran usia 30-an ini bertahun-tahun di luar negeri mencari nafkah, orangnya pendiam, cenderung cemberut. Sangat jauh berbeda dengan isterinya yang periang.
Sang suami yang sudah lama tak dilihatnya itu akhirnya pulang, Hawa gembira bukan main tapi juga sedikit gugup, pikirannya terus berkecamuk dalam perjalanan pulangnya.
Dia bergumam saya harus membuat masakan enak untuk sang suami yang telah bekerja keras sebagai pekerja migran, sekalian menceritakan sejenak hal-hal terkait kuliah.
Saat itu, Rafiqul duduk di atas lantai rumah, diam membisu, seakan-akan sedang memikirkan sesuatu sambil menunggu kepulangan Hawa, isterinya. Dari tangannya, tampak segulung lakban dan selembar kain hitam panjang.
Setibanya di rumah, Hawa pun membuka pintu, dan memanggil nama suaminya dengan gembira.
Rafiqul bangkit dari duduknya, membawa Hawa masuk ke dalam rumah, kemudian berkata pada isterinya, “Ulurkan tanganmu,” katanya datar. Tanpa menunggu jawaban Hawa, ia mencengkram tangannya, kemudian mengikatnya dengan lakban.
Hawa yang tidak mengerti sama sekali tindakan aneh suaminya itu seketika membuatnya jadi takut, “apa yang ingin kamu lakukan?” “Kenapa diam saja?” “Apa yang kamu inginkan?”
Hawa terus bertanya, tapi suaminya diam membisu seakan-akan tidak mendengar.
Rafiqul yang diam membisu kemudian memotong perban isolatif dan disumpal ke mulut Hawa, lalu menutup matanya dengan sepotong kain hitam, sehingga Hawa tidak bisa melihat apa-apa.
Hawa yang tidak bisa bergerak leluasa dan tidak bisa melihat dengan jelas ini semakin gelisah, sayup-sayup ia mendengar langkah kaki dari kejauhan.
Saat itu Hawa merasa orang-orang di sekelilingnya semakin banyak, tapi tidak ada yang bersuara/bicara, suasana hening itu membuatnya tertekan, dan ia mulai merasa takut.
Keheningan yang menakutkan, tiba-tiba terdengar suara Rafiqul suaminya : “Ini adalah kejutan yang saya berikan untukmu.”
Belum sempat memahami maksud suaminya, detik berikutnya, tangan hawa seketika ditarik suaminya dengan kasar.
Dan “Ka-cha!”, sebilah pisau tajam memotong jari tangannya, darah segar pun mengucur deras.
Hanya dalam hitungan detik, Hawa kehilangan semua jari tangan kanannya.
Nyeri yang teramat sangat dirasa itu nyaris membuatnya pingsan, tapi mulutnya tertutup rapat oleh lakban, sama sekali tidak bisa mengeluarkan suara.
Putus asa, rasa takut, dan nyeri yang bercampur aduk itu mengiris hati gadis yang tak berdaya ini.
Tapi tidak ada yang peduli dengan rasa sakitnya, suaminya yang bersembunyi di rumah kerabat di sebelahnya itu segera menyelinap ke dalam rumah.
Kemudian suaminya itu membuang jari-jari tangan Hawa yang dipotongnya itu ke dalam tong sampah yang telah disiapkan sebelumnya.
Dengan begitu, dokter pun tidak bisa segera memberikan pengobatan, dan menyambung jari tangannya!
Peristiwa yang kejam dan menghebohkan ini terjadi di Bangladesh.
Tapi mengapa bisa terjadi peristiwa yang tidak manusiawi ini ? Mengapa sang suami memotong jari tangan isterinya sendiri ?
Alasan di balik kisah tragis ini, benar-benar konyol. Semua ini hanya karena Hawa adalah seorang wanita yang telah menikah tapi bersikeras masih ingin kuliah.
Ternyata Rafiqul yang bekerja di UAE, hanya sempat duduk di bangku SMP kelas dua lalu putus sekolah.
Setelah putus sekolah, ia pun mencari kerja di mana-mana untuk bertahan hidup, dan mengumpulkan sedikit uang.
Saat kembali ke Bangladesh untuk libur, orangtua Rafiqul mencarikan isteri untuknya.
Saat waktu relatif singkat, Rafiqul (30) pun menikah dengan Hawa, seorang mahasiswi usia 20-an yang baru kuliah di salah satu universitas di Bangladesh.
Dua orang yang tidak mengenal satu sama lain ini akhirnya menikah begitu saja di bawah perencanaan dan pengaturan orangtua.
Kalau dipikir-pikir, seharusnya seorang pria yang bisa menikahi isteri yang cantik berwawasan dan berbudaya ini adalah sesuatu yang sangat membahagiakan.
Lagipula Hawa yang masih belia ini memiliki keperibadian yang periang dan sikap yang optimis, dan sangat patuh pada orangtuanya yang menikahkannnya dengan Rafiqul.
Dalam pernikahan ini, orang yang tidak puas dan selalu menggerutu ini adalah Rafiqul, suaminya.
Sejak kecil ia mendapat pendidikan keluarga tradisional, ditambah lagi dengan dangkalnya ilmu dan pengetahuan budaya, adalah sesosok pria chauvinist, konservatif dan mudah tersinggung.
Menghadapi istrinya yang seorang mahasiswa di perguruan tinggi, ia merasa rendah diri dan menjadi marah.
Setelah menikah, Rafiqul pun harus segera kembali kerja untuk mengumpulkan uang, sementara Hawa tetap tinggal di Bangladesh, untuk melanjutkan studinya.
Kehidupan tampaknya harus berjalan seperti biasa, tapi sebelum kembali ke Uni Emirat Arab, Rafiqul memberi “perintah kematian” sebagai kepala keluarga kepada istrinya :
“Kamu tidak boleh kuliah lagi!” alasannya sangat sederhana : “Pendidikanmu tidak boleh lebih tinggi dari suami! Karena ini sama saja dengan tidak hormat pada saya!”
Tapi, Hawa mengabaikan perintah suaminya, tak lama kemudian Rafiqul pun terburu-buru berangkat ke Uni Emirat Arab untuk kembali kerja.
Hawa merasa mungkin itu hanya sikap iseng sesaat suaminya, tidak akan benar-benar menjadikan kuliahnya sebagai masalah yang serius.
‘Apa sih yang salah dengan kuliah,” gumam Hawa.
Namun fatal, ternyata Hawa salah menilai suaminya.
Rafiqul yang ekstrim konservatif dan sosok pria chauvinist itu tidak main-main dengan ultimatumnya dan ia sangat serius.
Sesampainya di UEA, Rafiqul menelepon ke rumah berkali-kali, dan terus memperingatkan istrinya : “Kamu tidak boleh kuliah lagi! Jangan sekali-kali kamu ke kampus!”
Hal itu menjadi dilema yang tidak terdamaikkan antar suami-isteri.
Beberapa pekan sebelum terjadi tragedi putusnya jari tangan, keduanya bertengkar hebat dalam sambungan telepon, Rafiqul mengatakan dengan keras di ujung telepon :
“Sebaiknya kau dengarkan aku, atau kalau tidak kamu akan rasakan akibatnya nanti saat aku pulang !”
Lalu terjadilah tragedi awal yang sadis seperti di awal kisah di atas.
Setelah kejadian itu, Rafiqul, suaminya pun ditangkap, dan menghuni di balik jeruji seumur hidup.
“Sungguh saya tak menyangka dia akan benar-benar memotong jari tangan saya ketika dia menutup mata dan mengikat tangan saya hanya karena saya ingin kuliah,” tutur Hawa sedih.
Bangladesh, salah satu negara termiskin di dunia, angka melek huruf kaum perempuan di sana hanya 58,5%.
Remaja seperti Hawa yang berkesempatan mengecap pendidikan di Universitas sangatlah langka jumlahnya.
Sejumlah besar remaja-remaja perempuan di sana, di mana karena perkembangan negara terbelakang, tidak sempat bersentuhan dengan sumber daya pendidikan.
Akibatnya, kehilangan kesempatan untuk bisa mengubah nasibnya, bahkan mereka tidak tahu sama sekali seperti apa wujud dunia luar itu di mata mereka.
Sejak zaman dahulu hingga sekarang, negeri Bangladesh masih mempertahankan semacam budaya, yakni lebih mengutamakan anak laki-laki daripada perempuan.
Kaum perempuan tidak boleh memiliki rumah, dilarang berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi dan politik.
Di negara ini juga sistem pernikahan anak di bawah umur, poligami berkembang subur di negeri ini, dan kaum perempuan juga tidak memiliki hak bercerai.
Sampai saat ini, karena identitas perempuan, budaya kasta yang terbelakang, sehingga banyak gadis-gadis tidak mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pendidikan.
Kaum perempuan langsung dipandang sebagai aksesoris pria dan mesin anak begitu terlahir sebagai perempuan.
Dikarenakan telah menerima konsep tidak perlu sekolah sejak kecil, dan juga tidak punya harapan apa-apa pada anak-anaknya.
Ada yang menganggap anak perempuan mereka sudah mulai tumbuh dewasa begitu lulus SD, bisa baca dan semacamnya.
Ketika sudah lulus SD maka merupakan pertanda bahwa anak gadisnya sudah waktunya menikah.
Jadi tidak perlu melanjutkan sekolah lagi.
Banyak penelitian di bidang ekonomi sosial, menjadikan tingkat budaya dari populasi wanita itu sebagai pertimbangan.
Tingkat pendidikan perempuan, secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi stabilitas dan pembangunan ekonomi penduduk suatu negara.
Hawa yang baru pulih dari cederanya, sekarang telah kembali ke rumah orangtuanya.
Sekarang ia sedang mencoba berusaha beradaptasi dengan tangan kanan bekas lukanya itu untuk menulis.
“Saya akan melanjutkan kuliah saya, dan ta’kan pernah menyerah!” katanya dengan nada optimis.
(jony/asr)
Sumber : erabaru
Istri Malang Diikat Suaminya Yang Tersenyum Menakutkan Lalu Dia Melakukan Hal Kejam Ini, Ternyata Penyebabnya Sepele
4/
5
Oleh
Unknown
1 comments:
2016 ford focus titanium | TITanium-Arsenic Products
Reply2016 is a titanium vs steel new year for Titanium-Arsenic burnt titanium Products. The company's flagship product is the Fusion titanium spork Rod. The Fusion Rod is constructed of titanium plumbing a titanium watch band stainless steel